
Hachiko, kesetiaan seekor anjing
Di Kota Shibuya, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun
Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan
patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung
seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk
mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.
Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Kota Shibuya.
Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing
kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu
sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu
setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan
kereta api.. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai
stasiun. Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui
tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali.
Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia
selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun.
Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.
Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju.
Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga
kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat
perapian yang hangat.
Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus.
Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang
sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh
menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh
yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap
tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal
dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat
kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno
berangkat ke stasun Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari
tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan
Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari
universitas.
Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet
panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-
orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal
dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti.
Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan
Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang
sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan
bakar batu bara itu.
Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua
orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi.
Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor
dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,†saya akan menunggu tuan
kembali.â€
“ Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi
sebelum tuan kamu ini pulang!†teriak pegawai kereta setengah
berkelakar.
Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak
keras,â€guukh!â€
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda
kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang
itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor
tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang
tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-
salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas
menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai
mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk
penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang
kebetulah lewat koridor kampus.
Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar
yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke
klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus
jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya
menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu
kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor.
Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan
memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan
kembali ke rumah Profesor di Shibuya..
Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko
tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah.
Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-
mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya.
Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing
itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja
tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.
Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di
situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah
satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali
ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang
yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno
tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemu dian , dan
berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap
menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali.
Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran
kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa
yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah
meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.
Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan
pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus.
Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap
menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa
tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus
kering karena jarang makan.
Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus
menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak
yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian
sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala
sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk
menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka
yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar
tidak kedinginan.
Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul
3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-
hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung
tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-
gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemu dian suasana
menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah
kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi
mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun
terbawa sampai mati.
Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke
stasiun Shibuya.. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan
anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya.
Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi
pada manusia.
Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing
itu mereka kemu dian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya.
Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat
untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada
kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiku saat mereka
harus menunggu maupun janji untuk datang.. Akhirnya patung Hachiku
pun dijadikan symbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa
sampai mati.
Sungguh kisah yg menggugah hati.....tak habis2nya saya meneteskan air
mata membaca cerita hidup Hachiko....
0 comments:
Post a Comment